Sebongkah batu di pinggiran jalan,
Diam menyepi,
Tiada lontaran walau sebutir kata,
Kata-kata dusta dan nista terpacul tidak,
Apatah lagi bercereka busuk perihal susuk badan lain.
Tapi diamnya ia,
Dzikir memuji
Yang-Esa berhentinya tiada ,
Terus-terusan Mengagungkan Tuhan yang mencipta,
Tetap akur lagi patuh pada perintah Yang Kuasa,
Aku ingin menyepi seperti batu itu,
Banyak berdiam daripada berkata-kata kosong,
Terjaga mulutnya dari tutur kata yang menghiris,
Serta,
Menjadi hamba yang sujud kepada Yang Esa,
Khalifah dan abid nan setia pada Tuannya,
MengingatiNya dalam setiap hela nafas dan detik waktu.
Batu yang buruk itu,
Tiada menarik rupanya,
Tiada menarik rupanya,
Ditoleh tidak manusia yang berselisihan,
Mencari perhatian duniawi jauh daripada pengharapan,
Tiada mendabik dada dengan keteguhan dan kekuatan.
Tapi buruknya ia,
Dia berjasa kepada makhluk Tuhan,
Melindungi makhluk kecil di bawah perutnya,
Memberikan sebuah kehidupan yang lain kepada mereka.
Aku ingin menjadi seperti batu itu,
Tiada mencari perhatian manusiawi,
Atau membesar diri dengan kelemahan diri,
Serta,
Aku berharap,
Menjadi hamba berguna,
Yang memberi penghayatan,
Dan pengertian sebenar kehidupan,
Kepada setiap jasad-jasad bernyawa,
Yang masih tidak mengenal tujuan kehidupan.
Batu kaku itu,
Kadang-kadang disepak dan dimaki-hamun,
Pabila menjadi penghalang laluan,
Kepada manusia yang sedang mengejar keduniaan.
Tapi kakunya ia,
Tetap teguh menggenggam tanah,
Tiada berganjak dari duduknya,
Melainkan diizinkan oleh Pemiliknya.
Aku ingin menjadi seteguh batu itu,
Tetap tegar walau dihenyak,
Dengan kata-kata berbisa manusia,
Tika mereka menolak dakwah yang disampaikan,
Kerna menjadi penghalang kehidupan songsang mereka,
Serta,
Aku ingin sekali,
Terus tsabat pada jalan tarbiyah ini,
Terus tsabat pada jalan tarbiyah ini,
Memegang teguh tali agama mulia,
Melainkan telah dicoretkan di lauh mahfuz,
Aku terpesong dari perjalanan jerih ini.